Friday, June 20, 2008

Pemkot oh pemkot

Ada yang sudah pernah ke pemkot bandung? Letaknya di jalan merdeka, bersebrangan dengan polwitabes bandung. Baru tadi siang saya kesana, dan sungguh, kalau boleh meminta, saya nggak pengen kesana lagi. Gusti! Begini ceritanya...

Kamis siang :

Dalam rangka mendapatkan data mengenai perkembangan pariwisata kota bandung, saya harus secara resmi memintanya pada institusi pemerintah. So, berbekal saran dan petunjuk dosen pembimbing, datanglah saya ke gedung (kalau tidak tega disebut bangunan) Disparda alias Dinas Pariwisata Bandung, dijalan Ahmad Yani. Datang dengan persiapan mental (karena gosipnya urusan dengan institusi pemerintah adalah yang paling menyebalkan bagi orang2 yang cenderung praktis seperti saya) saya masuk pelataran parkir “gedung” tersebut. Tidak ada resepsionis atau satpam yang menyambut di pintu masuk, saya jadi bingung harus kemana. Untunglah sedang ada tiga orang sedang bercakap-cakap di dekat tangga yang berada tepat didepan pintu. Setelah bertanya, saya lalu diarahkan menemui seorang ibu diruangan disebelah kiri tangga. Setelah bicara panjang lebar mengenai apa keperluan saya dan betapa saya tidak mengerti apa yang harus disiapkan, ternyata si ibu mengatakan bahwa untuk mengeluarkan data yang saya butuhkan, dia memerlukan surat rujukan (kalau tidak bisa disebut surat ijin) dari yang empunya data, Pemkot Bandung. Dengan kata lain, saya harus menghadap sebuah badan yang namanya BPM (Badan Pemberdayaan Masyarakat) yang adanya di gedung Pemkot Bandung. Dengan lesu, beranjak deh saya kekampus dan minta dibuatkan surat tersebut oleh T.U. (terimakasih ya , Pak Ato! Cuma ngedip, surat pun jadi,hehe).

Setelah surat itu jadi, sayangnya sudah terlalu sore ,jam 3, sih, tapi kalo kata seorang teman (si telorrrtoarrr, red) dulu pernah bilang bahwa jam segitupun sudah bisa dibilang jam pulangnya pegawai negeri, jadilah saya memilih pulang.

Jumat siang :

Dengan niat paling tulus untuk menjaga kesabaran, dan mungkin sedikit suudzan akan di”pingpong” di Pemkot, saya berangkat dari rumah menuju Pemkot. Surat sudah ditangan, data sudah dipikirkan, tinggal mengemis minta urusan saya cepat diselesaikan. Jalanlah saya menuju jalan Merdeka. Syip! Tulisan “Pemerintahan Kota Bandung” terlihat jelas didepan sebuah komplek gedung putih nan rimbun dengan taman-taman. Menyisir jalan merdeka, saya memandu rapat kanan untuk bersiap masuk. Mulai disini, insting yang tercipta hasil mata kuliah ergonomi industri (kalau itu bisa dibilang insting) saya tersentil. Ada dua pintu dengan pagar besar disepanjang jalan Merdeka itu, tapi tak satupun membuka untuk dimasuk mobil. Salah satunya malah dilengkapi tanda “perboden”. Ya ampun, sayang sekali pintu2 ini tidak difungsikan, kesan kemegahan yang mungkin didapat oleh pegunjung kalau masuk melewati pintu-pintu tersebut jadi hilang. Saya pun berbelok kekanan dan mengikuti pagar gedung, tetap rapat kanan. Ternyata terdapat beberapa pintu dibelakang kompleks, tapi sekali lagi ada yang tertutup dan ada yang terkesan ditutupi oleh motor-motor putih pak polisi. Tetap melipir kanan, kini saya ada di sisi gedung yang menghadap ke arah utara, arah kekampus ITB. Nah, ada dua pintu, tapi yang satu tertutup, dan yang satu lagi...pintu kecil dengan banyak mobil terparkir...dan, yak! Ternyata itulah pintu masuk ke Pemkot, sayangnya saat sadar saya dan kutkut sudah sekitar 2 meter melewatinya. Hadoooh, not a good first impression. Jadilahsaya memutar kembali untuk lap berikutnya.

Setelah akhirnya sukses masuk, tanpa mengeluarkan tanda pengenal apapun, dan memarkir (ditempat terdekat dengan pintu, karena tak ada satpam atau apapun yang membantu mengarahkan dimana sebaiknya tamu parkir) saya lalu mendekati gedung. Satu masalah selesai, masalah berikutnya langsung terbayang : where the hell (sorry) is that BPM section in this huge office? Masuk saja dulu lah, nanti lihat petunjuk atau tanya kanan kiri. Ternyata saya masuk dari bagian samping geudng utama. Begitu masuk, bayangan saya adalah : yaampun, kok kayak lorong sekolahan gini yak? Sempit, rendah dan tidak ada petunjuk. Ibu-ibu pertama yang saya tanyai dimana BPM berada memberikan keterangan bahwa BPM itu adanya “didekat sub bagian protokol, neng, leubeut weh!”. Terima kasih banyak atas informasi berharganya, Bu, bahwa BPM ada di dekat sub bagian protokol, cuma...kira-kira itu dimana ya?? Berlanjut, sekarang saya coba cari bapak-bapak. Mungkin bisa dapat penjelasaan yang lebih ok. Setelah dengan sotoy (sok tau, red) masuk lebih jauh kedalam gedung, ketemu seorang bapak-bapak yang sedang lewat sambil bawa map ungu muda kinclong (catet, ungu muda kinclong). Kalau tadi si ibu menjelaskan secara hubungannya si BPM ini dengan bagian yang lain, si bapak lain lagi. Dia bilang “di bagian tengah gedung, neng, nanti naik ke lantai dua, belok kiri, agak ketutupan pintu, nah disitu”. Yuk mari. Masuk sajalah, nanti mudah-mudah2an ketemu orang lagi lalu bisa tanya. Nah, dalam perjalanan mencari “bagian tengahnya gedung” ini, saya baru sadari, tidak ada sama sekali papan petunjuk jalan yang memberikan keterangan dimana saya berada maupun akan bagian-bagian urusan Pemkot yang ‘ter-scattered’ diseluruh penjuru gedung. Mungkin dari tadi bahasa saya agak-agak berlebihan ya, tapi percaya deh, kalau anda pertama kali “main” ke gedung milik instansi pemerintah seperti ini, tentunya anda akan mengharapkan kemudahan dan ‘kelancaran’, secara berurusan dengan otonomi tertinggi di kota ini. Lanjut. Setelah tanya kanan-kiri (yang juga tak banyak, karena kantor ini sepi, bo!) akhirnya ketemulah si “bagian tengah gedung” itu. Didekat sana Cuma ada satu tangga, jadi sudah pasti tangga itu yang mengarah kesana. Naiklah saya, dan.... ini situasinya :

· 5-6 ibu-ibu sedang tampak mfokus pada sebuah kantong plastik besar yang ternyata isinya adalah bergo (jilbab langsung pakai) dengan berbagai model, motif dan warna. Ada juga yang lucu diantaranya. Kenapa saya tahu? Karena saya ditawari membeli setelah memasukkan surat saya tadi...

· 4 buah meja kayu berjejer dengan masing-masing satu orang dibelakang meja, semuanya bapak-bapak dan pake kaooosss..)

Saya pun masuk dan duduk di salah satu meja kayu dengan harapan memang inilah bagian yng namanya BPM itu. Percapakan dengan mas-mas Jawa (medok soalnya, hehe) dimulai...

Saya (A) : permisi, Pak, disini BPM?

Mas-mas (M) : ya, ada apan mbak?

A : oh, saya mau masukan surat untuk dibuatkan surat pengantar ke Diparda Pak..

M : surat pengantar apa ?

A : untuk minta data dari diparda, Pak. Ini pengantar dari kampusnya..

M : baik, ini lembar biodatanya diisi ya. Sekalian tempel foto nya.

A : foto? Saya nggak dikasih tau perlu foto pak. Kalo menyusul boleh?

M : boleh sih, tapi jadi harus bawa dua ya.

A : oh, “jadi” dua, pak...?

M : iya, yang satu buat saya............. (becandaan yang tidak untuk dilancarkan pada tamu terutama yang datang sekedar minta surat pengantar,,berjilbab pula..)

Sudah ya? Cukup cerita tentang kantor Pemkot Bandung kita tercinta. Jelas sesudah urusan beres, saya langsung cabut! Hari Senin mesti kembali lagi, sih, tapi yasudahlah, minta ditemani saja mungkin. Semoga kedepannya, Bapak Dada Rosada bisa membawa perbaikan pada kantornya ini..(??)

3 comments:

Ray Rizaldy said...

hahaha, si bapaknya jomblo kali dan sedang berniat mencari...

-salam

Floresiana Yasmin said...

maklumlah al dada rosadanya lagi sibuk kampanye mungkin.

bujug dah!

.diahparamitha. said...

haha..gw jg pas TA ke diparda..

edan memang..